Rabu, 13 April 2011

NUSYUZ DALAM HUKUM ISLAM



Pengertian Nusyuz, dasar dan contoh perbuatan
Arti nusyuz menurut etimologi adalah durhaka, sedangkan secara terminology tidak mengherankan jika setiap definisi dari sudut terminology pasti terdapat perbedaan, begitu pila dengan makna Nusyuz adalah sikap istri yang menentang suami atau tidak mentaati suami tanpa alasan yang dapat diterima oleh syara’. Sedangkan pengertian lain bahwa Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. Nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.

Dasar hukum sebagaimana Allah berfirman :
                                  

128. Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz[357] atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya[358], dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir[359]. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari ayat diatas maka dapat disimpulkan, pengertian Nusyuz adalah ketika suami atau istri meninggalkan kewajibannya dalam rumah tangga.
Diantara contoh perbuatan nusyuz dari istri ialah :
Istri menolak pindah mengikuti suami untuk menempati tempat tinggal yang telah disediakan oleh suami tanpa alasan yang pantas
Jika keduanya tinggal di rumah istri dengan izin istri, lalu pada suatu hari istri melarang suaminya masuk
Istri meninggalkan rumah tanpa izin
Istri meninggalkan rumah tanpa suami atau mahramnya, sekalipun perjalanan itu wajib, seperti haji
Istri tidak memenuhi undangan/ajakan suami, meskipun ia sibuk melakukan keperluannya, kecuali udzur seperti sakit
Contoh perbuatan nusyuz dari suami :
bersikap keras terhadap isterinya
tidak mau menggaulinya
tidak mau memberikan haknya
menalak istrinya yang belum sempat menerima haknya, selama bukan permintaan istri (pendapat Ibnur Rif’ah).
Tindakan terhadap perbuatan Nusyuz
Ketika ada perbuatan nusyuz dari istri, maka sang suami harus mengambil tindakan :
berhak menasehati terhadap istri, bahkan sunnah bagi suami untuk menasehatinya jika ditakutkan adanya perbuatan durhaka
Jika telah nyata perbuatan nusyuznya, maka berhak pisah tempat tidur
Lalu jika tetap nusyuz setelah  2 langkah/tindakan diatas dilakukan, maka boleh suami memukulnya, dengan pukulan yang tidak menyebabkan luka berdarah pada bagian wajah atau anggota badan yang jika dipukul, menyebabkan kematian. Jika pandangan suami pukulan dengan cambunk atau tongkat dapat bermanfaat maka boleh, akan tetapi ar Ruyyani memperbolehkan memukul hanya dengan tangan atau sapu tangan.
Tiga tindakan diatas harus dilakukan mulai dari yang atas, lalu langkah selanjutnya, jika tidak berhasil. Berdasarkan firman Allah :
                       
34………..Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.


NUSYUZ DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
Nusyuz tidak diatur khusus dalam KHI, tapi adanya sikap Nusyuz dapat mengakibatkan pertengkaran/syiqaq atau bahkan mengarah pada perceraian
SYIQAQ DALAM HUKUM ISLAM
2.4.1 Pengertian, dasar, dan tinadakan
Pengertian Syiqaq menurut :
Etimologi        : perselisihan, perkelahian, perbantahan
Terminologi    : - perselisihan antara suami istri yang diselesaikan dengan dua hakam, seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri.
Dasar hukumnya syiqoq ialah :
                         
35. Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Pengangkatan hakam yang dimaksud diatas, memiliki tugas untuk mendamaikan suami istri agar tidak sampai terjadi perceraian diantara mereka, akan tetapi jika hakam telah berusaha sekuat tenaga untuk mendamaikan, dan tidak mendapatkan win-win solution, maka dengan keadaan terpaksa hakam boleh memutuskan untuk menceraikan keduanya.
Berikut perbedaan pendapat para ulama’ terkait dengan makna hakam dan wewenangnya :
Imam Abu Hanifah (dan pengikutnya Imam Hambali, Syafi’I, Ahmad, Ulama’-ulama’ Dhahiri, Syi’ah Zaidiyah) : Hakam adalah wakil, wewenangnya boleh menjatuhkan talak jika telah mendapat persetujuan dari yang diwakili yaitu istri, hakam pihak suami tidak boleh menjatuhkan talak sebelum ada persetujuan dari pihak suami, begitu juga hakam dari pihak istri baru boleh mengadakan khuluk jika mendapat persetujuan dari pihak istri.
Imam malik dan sebagian pengikut Imam Hambali dan qaul jaded dari Imam Syafii hakam berarti hakim yang berwenang member keputusan cerai atau berusaha mendamaikan, pendapat ini bahwa yang mengangkat hakam adalah hakim/pemerintah, karena ayat diatas untuk semua orang islam, maka perselisihan mereka diselesaikan oleh pemerintah.
Pandangan Syekh Abdul Aziz Al Khuli tentang syarat-syarat seorang hakamain, yaitu :
Adil di antara pihak berperkara
Ikhlas mendamaikan suami-istri
Kedua hakam itu disegani oleh kedua belah pihak
Berpihak kepada yang teraniaya jika pihak lain tidak mau berdamai
Pendapat lain mensyaratkan hakam/mediataor adalah :
2 orang laki-laki
Berakal sehat
Dewasa
Adil
Beragama islam
Keduanya tidak harus dari keluarga sendiri, akan tetapi merupakan anjuran bahwa hakam berasal dari keluarga, dengan pertimbangan lebih mengetahui kondisi suami-istri tersebut.
Ulama’ fikih sepakat hakamain berasal dari 2 keluarga, kecuali jika tidak ada pihak keluarga yang pantas, maka dapat berasal dari orang lain;
Kedudukan cerai sebab kasus syiqaq ialah ba’in sughro, bahwa bekas antara suami dan istri dapat kembali sebagai suami istri dengan akad nikah yang baru.

SYIQAQ DALAM HUKUM  INDONESIA

Bagaimana peran pengadilan agama di Indonesia sebagai lembaga yang berwenang memutuskan keabsahan perceraian antara suami istri, yang mungkin salah satu penyebabnya karena syiqaq ?, Di Negara kita, hakim-hakim pengadilan agama banyak yang mengikuti pendapat kedua diatas berhubungan dengan siapakah hakam, dan apa wewenangnya. 
Bahwa hakam sebagai hakim yang mempunyai wewenang untuk mendamaikan, dan jika tidak berhasil, maka berhak memutuskan jalan perceraian,
yang kemudian dikuatkan oleh Pengadilan agama, seandainya hakam tidak dapat mengambil keputusan,
maka hakim Pengadilan agama yang mengambil alih dengan segera memutuskan.
Berikut beberapa keputusan Pengadilan agama :
Mahkamah Islam Tinggi : 12 Januari 1939 nomor 3 dan tanggal 10 Maret tahun 1951 nomor 6 bahwa MIT mengikuti pendapat yang kedua
Pengadilan Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 10 Juni 1961 nomor 489 bahwa memberi keputusan perceraian terhadap perkara syiqaq jika hakam tidak mampu memutuskan.
Pengadilan Surabaya keputusan nomor 532 tahun 1958, menetapkan perceraian jika dua hakam pihak tergugat tidak pernah hadir pada siding-sidang pengadilan yang diadakan
SYIQAQ DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
Pasal 116 poin f  tentang alasan dapat terjadi perceraian :
f. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.


SIMPULAN
Dari telaah kami diatas kami dapat simpulkan, bahwa perbuatan Nusyuz dan Syiqaq sama-sama menjadi tanda akan adanya cikal bakal perceraian, akan tetapi memiliki kekuatan yang berbeda, seperti perbuatan nusyuz/kedurhakaan baik pihak suami maupun istri yang dilakukan oleh salah satu pasangan, disini pihak yang merasakan nusyuz dari pasangannya, berhak bertindak, agar kondisi rumah tangga kembali normal, akan tetapi jika tidak ada perkembangan baik, maka kemudian hari tidak jarang akan berujung pada sebuah perselisihan, pertengkaran antara kedua belah pihak, disinilah terjadi yang dalam istilah bahasa arab adalah syiqaq.
 Perselisihan yang telah nyata atau bahkan memuncak akan membutuhkan adanya perdamaian yang akan dilakukan oleh pihak ketiga, yakni mediator/hakam, karena dengan pihak ketiga maka, solusi akan segera ditemukan, dengan beberapa syarat yang harus dimiliki oleh hakam baik dari pihak suami atau istri, dengan tujuan agar dalam perkawinan tidak ada pihak yang merugikan atau tersakiti.
Dengan beragam pendapat dari para ahli berkaitan dengan hakam dan sepak terjangnya, disini pada intinya, hakam bertugas untuk berusaha seoptimal mungkin untuk mendamaikan suami-istri yang sedang syiqaq, supaya tidak sampai terjadi perkara halal yang sangat dimurkai Allah yaitu perceraian.
Pembeda dari nusyuz dan syiqaq, kalau nusyuz dilakukan oleh salah satu pasangan (suami atau istri), sedangkan syiqaq kedua-duanya juga ikut menjadi subyek.